
Jamil mengatakan, dana yang besar tersebut untuk penyediaan infrastruktur teknologi pabrik pengolahan bahan baku batubara untuk diproses gasifikasi.
“Teknologi gasifikasi tidak menjadi kendala, karena sudah banyak yang proven. Kendalanya adalah biaya untuk penyediaan teknologi tersebut,” ungkapnya.
Ia mengutarakan, teknologi untuk memproses gasifikasi batubara sudah dilakukan sejak perang dunia kedua oleh Jerman, yang mengkonversi batubara menjadi energi untuk bahan bakar kendaraan tempur mereka.
“Gasifikasi sudah dilakukan sejak perang dunia kedua. Seiring perkembangan zaman, teknologi gasifikasi batubara terus mengalami improvisasi. Seperti ketika teknologi itu masuk ke China sekitar tahun 1990-an, setelah mereka menguasai teknologi itu, kemudian dimodifikasi,” tutur Jamil yang lebih dari 20 tahun bekerja sebagai tenaga profesional di bidang pengolahan migas dan gasifikasi batubara di berbagai negara .
Ketika dia bersama rekan mendirikan PT ABG, untuk memenuhi semua kebutuhan gasifikasi batubara, mulai dari tahap awal proyek gasifikasi hingga komersialisasi. PT ABG berperan sebagai Konsultan Manajemen Proyek bagi pemilik pabrik gasifikasi, penyedia teknologi, kontraktor utama, dan EPC (Engineering, Procurement, and Construction).
Kolaborasi Perusahaan
Sementara narasumber Presiden Direktur PT Bumi Etam Chemical (BEC), Rio Supin berpandangan perlunya pemerintah membuat kebijakan untuk meringankan beban yang ditanggung tujuh perusahaan membangun proyek hilirisasi batubara. Untuk diketahui, BEC adalah bagian dari grup PT Bumi Resources Tbk. BEC dirikan tahun 2023 sebagai proyek hilirisasi batubara oleh anak perusahaan Bumi Resources, yakni PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
“Misalnya, ada tiga atau empat dari ketujuh perusahaan itu bekerja sama membangun satu industri hilir DME. Saya kira, langkah ini bisa meringankan mereka, sehingga proyek hilirisasi batubara dengan cepat bisa direalisasikan,” terang Rio.