Setelah dibentuk empat cluster, semua bisnis yang ada di bawah Pelindo, baik yang dikelola langsung Pelindo maupun anak-anak perusahaan, kita lakukan identifikasi. Misalnya, kita analisis wilayah kerja mana yang masuk dalam cluster peti kemas, nonpeti kemas, merin dan equipment, dan mana saja yang masuk cluster logistic interland. Semua bisnis yang ditangani Pelindo kemudian diserahkan kepada masing-masing cluster sesuai dengan segmennya. Itu langkah kedua yang kita lakukan.
Saat ini, hanya beberapa noncluster yang masih di-handle Pelindo, contoh IT dan human capital development. Selain, juga ada layanan rumah sakit tetap ditangani oleh Pelindo. Di luar itu, secara operasional, kita mencoba meningkatkan yang namanya operasional pelabuhan. Ada beberapa yang kita lakukan. Pertama, terkait standardisasi operasional. Jadi kita buat buku manual untuk operasional peti kemas, nonpeti kemas, merin, dan logistik. Setelah dibuat buku manual, terminal-terminal Pelindo kita transformasikan, sesuai dengan buku manual yang baru, seperti yang sudah dilakukan di Jayapura, Sorong, Ambon, Makassar, Balikpapan, Medan, dan beberapa kota lainya.
Hasilnya seperti apa?
Hasilnya, terminal-terminal yang saya sebutkan tadi, sebelum kita lakukan transformasi, waktu singgah kapal (port stay) untuk bongkar muat hanya tiga hari. Untuk kapal ukuran dan kapasitas tertentu, setelah kita lakukan trnsformasi, ada yang tinggal satu hari. Bahkan ada yang kurang satu hari. Jadi, kita bisa bayangkan teman-teman shipping lines itu, dari yang tadinya mereka mengeluarkan cost untuk tiga hari bongkar barang di kapal menjadi hanya hanya satu hari. Begitupun untuk teman-teman yang punya barang. Yang biasanya dia harus tunggu tiga hari di pelabuhan, sekarang hanya satu hari. Itulah dampaknya kepada masyarakat.
Dampaknya kepada negara adalah, terkait dengan shipping lines, di mana port stay-nya jadi turun, maka cost mereka otomatis turun. Karena cost yang dikeluarkan menjadi bagian pemerintah dalam menghitung cost logitic nasional.