Jakarta,corebusiness.co.id– Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Mustafa Layong sebagai kuasa hukum Tempo mengapresiasi langkah Dewan Pers mengambil alih perselisihan antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan Tempo.
Mustafa menyampaikan, Dewan Pers telah mengirimkan surat ke Tempo untuk menghadiri lanjutan pembahasan atas rekomendasi Dewan Pers dalam putusan Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR) Nomor 3/PPR-DP/VI/2025, pada Senin (24/11/2025). PPR telah memutuskan Tempo dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 karena tidak akurat dan melebih-lebihkan, dan Pasal 3 karena mencampur adukkan fakta dan opini yang menghakimi.
Selanjutnya Dewan Pers memberikan rekomendasi agar (a) Tempo mengubah poster dan motion graphic, (b) Tempo wajib memoderasi komentar atau bahkan mengunci unggahan di media sosial, (c) Tempo wajib memuat catatan di poster dan motion graphic yang sudah diperbaiki disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat pembaca.
Rekomendasi tersebut harus sudah ditindaklanjuti oleh Tempo paling lambat 2 x 24 jam setelah diterimanya PPR. Hasil tindak lanjut oleh Tempo harus dilaporkan ke Dewan Pers paling lambat 3 x 24 jam.
Dalam prosesnya, Kementan menilai Tempo belum seluruhnya melaksanakan putusan PPR Dewan Pers, sehingga melaporkan hal tersebut ke Dewan Pers. Tidak itu saja, Kementan kemudian menggugat perdata Tempo sebesar Rp 200 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kementan menilai gugatan perdata ini, karena tidak melihat itikad Tempo untuk memperbaiki dampak negatif yang dialami Kementan atas pemberitaan berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” beberapa waktu lalu.
Setelah menjalani tahapan proses persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara tersebut, pada 17 November 2025, memutuskan tidak berwenang mengadili gugatan Nomor 684/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel yang diajukan Kementan.
Kuasa hukum Kementan, Chandra Muliawan, menyampaikan kekecewaan dan keprihatinan yang sangat mendalam atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
“Kami datang ke pengadilan membawa amanah menjaga 160 juta petani dan rakyat kecil yang berasnya bahkan telah diakui langsung oleh Bapak Presiden sebagai beras berkualitas dan dibanggakan di forum PBB. Namun hari ini, PN Jakarta Selatan justru menutup pintu dengan menyatakan tidak berwenang. Lalu ke mana lagi kami harus mencari keadilan?” tanya Chandra dengan nada kecewa, Senin siang (17/11/2025).
Lebih menyedihkan lagi, ungkap Chandra, putusan tersebut sama sekali tidak mempertimbangkan kerusakan reputasi petani bangsa yang sedang dihantam narasi dan infografis “beras busuk” yang disebarkan secara masif. Dampaknya nyata petani kecil di pelosok negeri menjadi korban stigmatisasi kualitas gabah dan berasnya buruk, apalagi hingga saat ini Tempo giat terus menarasikan kualitas beras petani lokal.