
HIPMI juga menyatakan ketidaksetujuan pemotongan pembayaran gaji buruh yang diterima bekerja melalui perantara perusahaan outsourcing.
“Sistem ini memang harus dibenahi secara serius,” ujarnya.
Anggawira mengungkapkan, banyak kasus pekerja tidak menerima upah layak karena adanya mark-up dari pihak ketiga.
“Jika praktik ini dihilangkan dan tenaga kerja langsung direkrut oleh perusahaan induk, tentu buruh akan mendapatkan hak lebih utuh, seperti gaji penuh, jaminan sosial, dan kepastian kerja,” imbuhnya.
HIPMI berpandangan, wacana penghapusan sistem kerja outsourcing, perlu diperhatikan implikasinya terhadap iklim investasi asing. Banyak investor memilih Indonesia karena kombinasi antara biaya tenaga kerja yang kompetitif dan kemudahan pengelolaan SDM, termasuk lewat skema outsourcing.
“Maka dari itu, jika kebijakan ini diterapkan, perlu dikaji agar tidak justru membuat investor pindah ke negara-negara dengan struktur tenaga kerja yang lebih fleksibel seperti Vietnam, Bangladesh, atau India,” sarannya.
Solusi Jangka Menengah
HIPMI menyampaikan solusi jangka menengah untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia sebelum memasuki dunia kerja. Di antaranya, HIPMI mendorong agar pemerintah memperkuat pembinaan keterampilan tenaga kerja di antaranya melalui skema vokasi berbasis kebutuhan industri—dengan kerja sama antara perusahaan dan lembaga pelatihan.