
Agung menjelaskan, setiap sumur RFC adalah potensi tambahan produksi. Dengan 180 sumur sudah ditajak dari total 386 yang siap konstruksi, artinya produksi migas sudah bisa mulai mengalir dari sebagian besar sumur tersebut dan kontribusi langsung terhadap target nasional lifting minyak dan gas, terutama dari Blok Rokan yang merupakan backbone produksi migas nasional.
“Pencapaian RFC ini bukan sekadar angka, melainkan bukti konkret bahwa tahapan eksplorasi dan eksploitasi migas bisa berjalan lancar karena faktor lahan yang tuntas lebih awal. Dengan RFC, rig sudah bisa masuk. Dengan RFC, konstruksi dan pengeboran langsung bisa jalan. Ini adalah fondasi awal yang menentukan kesuksesan hilirnya,” ujarnya.
Upaya-upaya gemilang yang dilakukan PHR ini adalah buah dari kolaborasi erat dengan berbagai pihak eksternal dan internal. Sinergi yang kuat terjalin dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ATR/BPN, Kejaksaan Tinggi, SKK Migas, Dinas ESDM Provinsi Riau, dan aparat penegak hukum. Pendekatan berbasis risiko diterapkan dalam setiap tantangan lahan, termasuk mitigasi sosial untuk menjaga kondusivitas operasional.
Lebih dari sekadar urusan administrasi dan legalitas, PHR mengedepankan nilai-nilai humanis dalam setiap interaksi dengan masyarakat. Dialog dan musyawarah menjadi fondasi dalam memastikan bahwa kepentingan masyarakat terdampak juga menjadi perhatian utama.