“Kami menilai Presiden Prabowo sangat mendukung energi listrik dari nuklir. Bahkan beliau sudah menyatakan melalui adiknya, Hashim Djojohadikusumo bahwa dalam masa sepuluh tahun, Indonesia akan mempunyai PLTN. Kabar ini tentu menggembiarakan bagi kami. Karena, hanya Presiden Prabowo yang berani mengatakan Indonesia akan mempunyai PLTN. Sebelumnya, Presiden Soekarno pada tahun 1952 sudah menyatakan, jika Indonesia ingin menjadi negara besar, maka harus menguasai nuklir,” urai Bob.
RPJPN 2025-2045 Akomodir Energi Nuklir
Sambil menunggu RPP KEN ditandatangani Presiden Prabowo menjadi PP, masih menurut Bob, sebenarnya sudah ada Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Dalam undang-undang ini ada pembagian tahapan pembangunan nasional dibagi per lima tahunan. Ada tahap pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Tahap pertama 2025-2030, tahap kedua 2030-2035, tahap ketiga 2035-2040, dan tahap keeempat 2040-2045.
Di dalam UU No.59 Tahun 2024 mengamanatkan bahwa PLTN pertama beroperasi di antara periode tahun 2030-2034. Hal ini sesuai dengan KEN, yang mengamatkan pemerintah menargetkan PLTN mulai tersambung ke transmisi (on grid) mulai tahun 2032 sebesar 250 megawatt (MW). Kemudian, di dalam RPJPN 2025-2045 pada tahap ketiga, bahasanya ekspansi PLTN untuk penambahan kapasitas listrik PLN.
Bob mengutarakan, RPP KEN juga menyatakan target total tambahan listrik PLTN menjadi 8 Giga Watt (GW) di tahun 2040. Selanjutnya di tahap keempat antara periode tahun 2040-2045, dinyatakan akan dilaksanakan pengembangan kemandirian PLTN.
“Artinya, kemandirian PLTN adalah membangun industri nuklir. Kebijakan ini sangat baik. RPJPN memberikan sebuah jalan menuju industri nuklir,” tegasnya.
Bob mengutip pernyataan dari Bappenas, yakni ketika kita mendeklarasikan go nuclear, sebenarnya ada dua arah. Pertama, Indonesia hanya sebagai pengguna PLTN. Kedua, Indonesia membangun industri PLTN.
Dirinya mencontoh Korea Selatan, sekarang sudah bisa mengekspor PLTN. PLTN di Uni Emirat Arab yang bangun adalah Korea Selatan. Negara ini berhasil membangun PLTN selama 20 tahun, setelah PLTN pertama yang dibangun oleh Amerika Serikat (AS). Jika Indonesia mulai membangun PLTN tahun 2032 untuk mendukung NZE di tahun 2060, menilik target KEN porsi nuklir 11 persen, maka harus terbangun daya 53 GW. Daya 53 GW itu, bisa dipenuhi dari 150 PLTN.
“Sekarang masih zero, mosok dari target pembangunan 150 PLTN, Indonesia tidak mampu membangun 100 PLTN. Padahal, rentang waktunya masih 38 tahun dari sekarang. Korea Selatan selama 20 tahun sudah bisa membangun PLTN sendiri,” imbuhnya.
Bob kembali mengutip pernyataan Bappenas, jika mengacu kepada UU RPJPN, Indonesia jangan hanya menjadi pengguna PLTN saja. Karena industri yang ada saat ini masih minim mengolah sumber daya alam menjadi nilai tambah. Karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu tumbuh di atas 5 persen.
Untuk menumbuhkan perekonomian Indonesia dari 5 persen menjadi 8 persen seperti ditargetkan Presiden Prabowo, industri harus banyak tumbuh di Indonesia. Khususnya, industri yang mempunyai nilai tambah.
Bob mengibaratkan, “Bayangkan, kalau kita melakukan pengadaan PLTN, maka tidak akan terjadi nilai tambah. Indonesia dominan sebagai pengimpor PLTN.”