160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN

Bob S. Effendi: ThorCon Solusi Praktis Transisi Energi bagi PLN

Direktur Operasi PT ThorCon Power Indonesia, Bob S. Effendi
750 x 100 PASANG IKLAN

Seiring pemerintah meluncurnya target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060, kasak-kusuk untuk mengkaji dan membedah beleid di dalam PP No.79 tentang KEN sudah mulai kentara, persisnya di tahun 2019. Apa pasal? PP No.79 Tahun 2014 tertuang ketentuan energi andalan utama adalah berbasis batubara. Sementara Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan mengurangi dekarbonisasi.

Ketika pembangunan PLTU berbasis bahan baku batubara “disuntik mati” karena bersinggungan dengan target NZE, maka harus dilakukan revisi PP No. 79 Tahun 2014 tentang KEN.

“Jadi, hampir semua energi yang digunakan di Indonesia pada tahun 2060 adalah berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Namun, kadang orang suka lupa singkatan dari E-B-T, huruf B itu adalah energi baru berbasis hidrogen, gas, nuklir, dan diversifikasi batubara,” tutur Bob.

Karena ada kepentingan untuk mencapai NZE dan mem-face out batubara, pemerintah harus merevisi regulasi KEN. Di dalam revisi ini, pemerintah melakukan berbagai simulasi. Ternyata, dari berbagai simulasi, baik yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, DEN, termasuk PLN, tidak ada skenario dan modelling yang menolak energi berbasis nuklir. Jadi, tetap ada nuklir.

750 x 100 PASANG IKLAN
Bob S. Effendi memperlihatkan maket proyek PLTN yang akan dibangun ThorCon di Pulau Gelasa di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung.

“Untuk mencapai NZE tanpa adanya energi berbasis nuklir, kita berpikir sederhana saja. Di dalam struktur pembangkit tenaga listrik harus ada baseload (beban listrik dasar), yang menjamin minimum beban (load) dari sebuah demand, kondisinya harus stabil. Sekarang kan disupply dari fosil, khususnya dari batubara, porsinya sekitar 70 persen. Di bawah batubara, ada supply energi dari gas dan diesel yang dikembangkan di pulau-pulau kecil di Indonesia,” terangnya.

Ketika batubara sebagai baseload diganti, Bob berpandangan, yang menggantikan tidak mungkin bergantung kepada sumber energi berbasis dari cuaca. Karena, cuaca kondisinya naik turun, tidak bisa dipastikan. Sementara listrik tidak bisa disimpan. Jadi, antara supply dan demand harus matching.

Menurut Bob, sebenarnya jika kita berpikir secara jernih, ketika baseload fosil hilang, maka penggantinya harus baseload yang juga andal, kemudian murah, dan pembangkit listrik itu bisa dibangun yang mendekati beban listrik dasar.

Baseload sebenarnya ada dari energi tidak intermittent, selain geothermal dan hydro. Masalahnya, harga listrik dari geothermal mahal, tidak bisa bersaing dengan batubara. Sementara listrik dari hydro murah, namun pembangkit listrik geothermal dan hydro tidak bisa dibangun di mana saja. Pembangkit listriknya harus dibangun di sekitaran sumber energi tersebut. Geothermal harus dibangun di gunung, hydro harus di sungai.

750 x 100 PASANG IKLAN

Antisipasinya, bagi daerah-daerah yang tidak ada gunung atau minim arus hydro, berarti harus dibangun transmisi-transmisi untuk mengalirkan listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik dari geothermal dan hydro.

Bob berpandangan, atas dasar pertimbangan andal, murah, dan pembangkit listrik bisa dibangun di mana saja, maka pilihannya hanya pembangkit listrik berbasis nuklir. Tidak ada yang lain lagi.

Atas pertimbangan itu pula, lanjutnya, dalam sebuah skenario penyediaan listrik akan melibatkan nuklir. Yang membedakan hanya dipersentasinya saja. DEN memasukkan porsi energi listrik dari nuklir sebesar 11 persen, sementara ESDM di dalam RUU KEN sekitar 7 persen. Meski demikian, tetap ada nuklir.

“Karena tetap harus ada nuklir, dan harus face out batubara, maka di dalam kebijakan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (PP KEN) sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang KEN,” tukasnya.

750 x 100 PASANG IKLAN

Dalam perjalanannya, RPP KEN sudah disetujui Komisi VII DPR RI, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pada 6 September 2024. Saat ini RUU tersebut sudah ada di meja Presiden Jokowi. Karena RUU KEN diserahkan jelang masa kepemimpinan Presiden Jokowi, Bob menduga sampai saat ini RUU tersebut belum ditandatangani Presiden. Dia berharap Presiden Prabowo Subianto segera menandatangani RPP KEN.

Pages: 1 2 3 4 5
750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
Core Business

Bincang Kepo

Promo Tutup Yuk, Subscribe !