Akibat sanksi tersebut, mitra Arctic asal Prancis, TotalEnergies, kemudian mengundurkan diri dari proyek tersebut, meskipun dua perusahaan energi terbesar Tiongkok–China National Petroleum Corp dan China National Offshore Oil Corporatio–tetap bertahan, masing-masing dengan 10 persen saham.
Sanksi juga telah menggagalkan harapan Rusia untuk memperoleh armada tanker kelas es Arc7 guna melakukan pengiriman sepanjang tahun.
Hingga Agustus 2024 tanpa pembeli, kargo dari proyek tersebut terombang-ambing di laut atau dipindahkan ke unit penyimpanan, yang mengakibatkan kerugian bagi Novatek jutaan dolar, menurut para pedagang.
Trump, hingga saat ini masih menekan Moskow agar bernegosiasi. Ia telah memperluas sanksi AS yang menargetkan energi Rusia, dan mendesak sekutu untuk melakukan hal yang sama. Tak hanya itu, Trump juga mengancam negara-negara lain–khususnya yang disanksi tarif resiprokal AS–agar tidak membeli energi dari Rusia.
Namun, sejauh ini, Washington belum bergerak untuk menghukum entitas Tiongkok yang terlibat dalam pembelian LNG Arktik 2.
Dua sumber industri berbasis di Beijing mengungkap, Pemerintah Tiongkok telah menyetujui pembelian LNG Arktik 2. Portal pendaftaran bisnis Tiongkok menunjukkan Terminal LNG Beihai di Tiongkok selatan, tujuan pengiriman kargo, dioperasikan oleh perusahaan monopoli infrastruktur energi milik negara, PipeChina.
Ketika ditanya apakah pemerintah memberikan arahan terkait impor tersebut atau khawatir Washington akan menjatuhkan sanksi kepada PipeChina, yang mengoperasikan sebagian besar infrastruktur minyak dan gas negara tersebut, Kantor Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok tidak berkomentar secara langsung. Tetapi menegaskan kembali penolakan Tiongkok terhadap sanksi sepihak dan “yurisdiksi lengan panjang”.
“Kerja sama energi antara Tiongkok dan Rusia merupakan kerja sama ekonomi dan perdagangan yang wajar dan bermanfaat bagi rakyat kedua negara,” kata kantor juru bicara tersebut. (Gaska)