
Jakarta,corebusiness.co.id-Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menyoroti permintaan AS agar Indonesia memberikan kepastian terkait transfer data pribadi ke luar wilayah ke AS. Berikut pertimbangannya.
Pihak Gedung Putih, Washinton, DC, telah mengumumkan poin-poin kesepakatan tarif impor yang disepakati Presiden Donald Trump dan Presiden Prabowo Subianto pada negosiasi pada 15 Juli 2025.
Dalam keterangan resmi joint statement yang dirilis Gedung Putih, pada 22 Juli 2025, terkait ketentuan utama dari perjanjian perdagangan timbal balik impor (resiprokal) antara AS dan Indonesia, salah satunya AS meminta Indonesia berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang memengaruhi perdagangan digital, jasa, dan investasi, termasuk memberikan kepastian terkait transfer data pribadi ke luar wilayah ke AS.
Dalam beberapa minggu mendatang, AS dan Indonesia akan merundingkan dan merampungkan perjanjian kesepakatan timbal balik, menyiapkan dokumen untuk penandatanganan, serta menyelesaikan prosedur domestik sebelum perjanjian mulai berlaku.
FKBI menyoroti permintaan AS terhadap Indonesia, khususnya frasa klausul transfer data pribadi ke luar wilayah ke AS.
“FKBI bisa mengerti adanya peningkatan kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Kami juga sepakat dengan banyak pandangan dari berbagai perspektif bahwa kesepakatan dagang antara pemerintah Indonesia dengan Amerika, banyak isu yang harus diwaspadai, baik untuk kepentingan end user, petani, sektor UKM-UMKM, entitas BUMN, dan makro ekonomi secara keseluruhan,” kata Ketua FKBI, Tulus Abadi, pada Kamis (24/7/2025).
Tulus mengungkapkan, salah satu isu yang dikhawatirkan adalah adanya perlindungan data pribadi, yang ternyata menjadi substansi dalam perjanjian dagang tersebut. FKBI menyampaikan keprihatinan mendalam terkait klausul pengelolaan data pribadi warga negara Indonesia oleh pihak AS dalam kerangka Agreement on Reciprocal Trade.
“Perlindungan data pribadi adalah hak dasar konsumen. Transfer data lintas batas tanpa jaminan setara Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) berisiko tinggi terhadap keamanan, privasi, dan kedaulatan digital masyarakat kita,” ujar Tulus.