
“Tapi nyatanya sekadar kaya saja ternyata tidak cukup. Karena yang menjadi tantangan justru bagaimana mengolah kekayaan alam ini agar punya nilai tambah maksimal bagi masyarakat,” kata Gibran.
Mantan Wali Kota Surakarta tersebut menyampaikan, Indonesia sempat menjadi eksportir bijih bauksit terbesar ketiga di dunia. Namun, dia menyayangkan Indonesia hanya menempati urutan ke-31 sebagai pengekspor panel surya.
“Padahal, ketika bauksit diolah menjadi panel surya, nilainya bertambah 194 kali lipat. Besar sekali,” kata Gibran.
Hilirisasi tak melulu hanya ada di sektor mineral dan batubara. Hilirisasi juga bisa dilakukan di sektor pertanian, kelautan, perkebunan, bahkan digital.
“Jadi inti dari hilirisasi adalah pengolahan yang menghasilkan nilai tambah,” kata Gibran.
Keuntungan Hilirisasi
Putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo tersebut mencontohkan harga daun teh saat masih berbentuk dauh basah akan meningkat ketika teh itu sudah dikeringkan hingga diolah, di-packing, dan diolah menjadi produk teh dengan aroma tertentu. Selain mendapatkan keuntungan dari harga jual, dengan melakukan pengolahan, bisa terbukanya lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, menggeliatkan ekonomi, dan mendapatkan pemasukan negara dari pajak, royalti, PNPB, deviden, hingga bea ekspor.
“Itulah yang dilakukan negara-negara lain bahkan oleh negara yang tidak memiliki sumber daya alam. Mereka mengimpor bahan mentah, diolah kemudian diekspor lagi termasuk ke negara asal sumber daya alam itu sendiri. Lalu nilai tambahnya ke mana? Uangnya yang dapat siapa? Lapangan kerjanya siapa yang menikmati? ya, negara yang mengolah itu,” tutur Gibran.