
Dari sisi permintaan, perkembangan kredit ini juga dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi yang perlu terus didorong. Berdasarkan penggunaan, kredit investasi, kredit konsumsi, dan kredit modal kerja masing-masing tumbuh sebesar 12,53 persen (yoy), 8,49 persen (yoy), dan 4,45 persen (yoy) pada Juni 2025.
Berdasarkan sektor, kredit sektor Perdagangan, Pertanian, dan Jasa Dunia Usaha perlu ditingkatkan untuk mendukung pembiayaan ekonomi. Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,37 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit UMKM masih rendah sebesar 2,18 persen (yoy).
Ke depan, BI akan terus mendorong penyaluran kredit perbankan, termasuk melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif. BI juga akan terus mempererat koordinasi dengan KSSK untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam mendukung pembiayaan ekonomi. Dengan perkembangan dan arah kebijakan tersebut, BI memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada dalam kisaran 8-11 persen.
Implementasi (KLM)
Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM mencapai Rp376 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp167,1 triliun, bank BUSN sebesar Rp166,7 triliun, BPD sebesar Rp36,8 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,8 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.
Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah.
Ketahanan Perbankan
Permodalan terjaga pada level tinggi, sementara likuiditas perbankan tetap memadai dan risiko kredit rendah. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Mei 2025 tetap tinggi sebesar 25,48 persen, sehingga masih mampu untuk menyerap risiko.
Sementara itu, likuiditas perbankan juga terjaga yang tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,05 persen pada Juni 2025. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan terjaga rendah, sebesar 2,29 persen (bruto) dan 0,85 persen (neto) pada Mei 2025.
Hasil stress test BI juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kinerja Transaksi Ekonomi dan Keuangan Digital
Dari sisi transaksi, pembayaran digital pada triwulan II 2025 tumbuh 30,51 persen (yoy) sehingga mencapai 11,67 miliar transaksi didukung oleh peningkatan seluruh komponen. Volume transaksi aplikasi mobile dan internet meningkat masing-masing sebesar 32,16 persen (yoy) dan 6,95 persen (yoy), termasuk volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS yang tetap tumbuh tinggi sebesar 148,50 persen (yoy), didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant.
Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui BI-FAST tumbuh 42,87 persen (yoy) sehingga mencapai 1,12 miliar transaksi, dengan nilai mencapai Rp2.788,31 triliun di sepanjang triwulan II 2025. Volume transaksi nilai besar yang diproses melalui BI-RTGS tercatat sebanyak 2,32 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp47.481,04 triliun di sepanjang triwulan II 2025. Sementara dari sisi pengelolaan uang Rupiah, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 9,00 persen (yoy) menjadi Rp1.153,04 triliun pada triwulan II 2025.
Stabilitas Sistem Pembayaran
Infrastruktur yang stabil tecermin pada penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) yang lancar dan andal serta kecukupan pasokan uang dalam jumlah dan kualitas yang memadai pada triwulan II 2025. Struktur industri yang sehat tergambar pada interkoneksi antarpelaku dalam sistem pembayaran yang terus menguat dan diikuti oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang meluas.
Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga meningkat sejalan dengan perluasan tingkat adopsi. Ke depan, BI akan terus memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan infrastruktur SPBI, baik ritel maupun wholesale, serta infrastruktur sistem pembayaran industri. BI juga terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah NKRI, termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T). (CB)