
Jakarta,corebusiness.co.id-Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa, 5 Agustus 2025, melalui Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Moh. Edy Mahmud, mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,12 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal kedua 2025. Angka pertumbuhan yang di luar prediksi para ekonom dan dunia usaha.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani mengatakan, sebelumnya diprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2025 hanya di kisaran 4,69 persen-4,81 persen. Menurutnya, secara siklus tahunan, kuartal kedua biasanya lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yang ditopang oleh belanja masyarakat dalam periode lebaran.
Sebagai perbandingan, diuraikan Ajib Hamdani, kuartal pertama pertama tahun 2024 sebesar 5,11 persen, kemudian diikuti oleh pertumbuhan ekonomi kuartal kedua sebesar 5,05 persen. Sehingga dengan data pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun 2025 sebesar 4,87 persen, para ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi cenderung lebih rendah lagi di kuartal kedua.
“Hal ini juga didukung oleh Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor manufaktur yang mengalami konstraksi sepanjang kuartal. Pada April 2025 PMI Manufaktur tercatat sebesar 46,7. Konstraksi paling dalam sejak 4 tahun terakhir. Mei 2025 mengalami peningkatan indeks menjadi 47,4. Dan, Juni 2025 kembali mengalami penurunan, menjadi sebesar 46,9,” jelas Ajib Hamdani kepada corebusiness.co.id, Selasa (5/8/2025).
Menurutnya, data konstraksi PMI Manufaktur ini juga relevan dengan potret di lapangan, terjadi fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya-nanya (rohana). Padahal daya beli dan konsumsi ini yang menjadi penopang signifikan pertumbuhan ekonomi.
Jika mendalami pernyataan dari BPS, Ajib Hamdani menganalisis ada dua hal yang mendorong pertumbuhan ekonomi cukup eskalatif di kuartal kedua 2025. Pertama adalah karena faktor investasi. Investasi tumbuh secara signifikan sebesar 6,99 persen, level tertinggi selama 4 tahun terakhir, terutama karena proyek infrastruktur. Kuartal kedua ini mencapai Rp 477,7 triliun, dengan rasio 57,7 persen dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan 42,3 persen dari Penanaman Modal Asing (PMA).
Faktor kedua adalah karena kebijakan moneter, yang membuat relaksasi tingkat suku bunga acuan turun 25 basis point pada Mei 2025, menjadi 5,5 persen. Ia menilai kebijakan ini cukup menambah likuiditas di sistem perekonomian sebesar 375 triliun lewat relaksasi cadangan.
“Kebijakan ini diharapkan bisa berlanjut memberikan dampak positif pada kuartal ketiga, karena pada awal Juli, Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan tingkat suku bunga acuan menjadi 5,25 persen,” katanya.