Jakarta,corebusiness.co.id-ThorCon Power Indonesia semula mendesain menggunakan thorium untuk bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang akan dibangun di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Belakangan, perusahaan nuklir ini mengubah konsep akan menggunakan 100 persen uranium. Apa pasal?
Setelah menunggu hampir 2 minggu, corebusiness.co.id dipersilakan datang ke PT ThorCon Power Indonesia pada Rabu, 23 Oktober 2024, pukul 09.00 WIB untuk dilaksanakan wawancara dengan Direktur Operasi PT ThorCon Power Indonesia, Bob S. Effendi. PT ThorCon Power Indonesia adalah satu-satunya perusahaan nuklir yang beroperasi di Indonesia sejak 2018 di Jakarta. ThorCon tengah ancang-ancang membangun Pembangkit Tenaga Listrik Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia dengan anggaran Rp 17 triliun non-APBN.
Target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 di Indonesia, pemerintah “memaksa” penggunaan energi ramah lingkungan untuk mengurangi dekarbonisasi. Wacana yang berkembang di media massa ThorCon akan menggunakan thorium sebagai bahan baku energi PLTN. Bahkan, Bob S. Effendi sendiri telah mengemukakan rencana ThorCon memproduksi listrik berbasis nuklir dari thorium.
“Semula ThorCon mendesain thorium untuk bahan baku reaktor nuklir. Kenapa thorium? Ada beberapa hal. Thorium memiliki keekonomian neutron. Ketika thorium terjadi pembelahan, jumlah ion neutronnya jauh lebih banyak dibandingkan uranium,” kata Bob S. Effendi.
Namun, berdasarkan hasil studi dan penelitian ThorCon, thorium sebenarnya tidak mengalami fisi (pelepasan gas). Yang mengalami fisi adalah anaknya thorium. Ketika thorium dihantam oleh neutron melahirkan banyak anak. Anak-anaknya ini adalah Uranium-233.
“Jadi, sebenarnya yang fisi adalah Uranium-233,” jelas Bob.
Indonesia mempunyai banyak kandungan dan potensi thorium dan uranium, hanya saja logam radio aktif yang terdapat di kerak bumi ini belum masuk dalam tahapan pemurnian dan pengayaan. Memandang masih ada proses lanjutan untuk pemenuhan thorium, ThorCon mencoba menjajaki pembelian thorium dari Rusia. Langkah ini sambil menunggu, kelak sudah ada pabrik pemurnian thorium dan pengayaan uranium di Indonesia.
“Membangun pabrik pemurnian thorium dan pengayaan uranium butuh studi, eksperimen, dan pengembangan, dan membutuhkan waktu lama,” ucap pria berkacamata ini.
Rencana ThorCon ingin membeli thorium dari Rusia mengalami kendala, lantaran negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin ini tengah menginvansi Ukraina. Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa menuding Rusia sebagai penjahat perang karena menyerang Ukraina. AS mendesak negara-negara Eropa sepakat memboikot dengan menghentikan pengiriman produk-produk Rusia.