Proses Pengolahan Singkong Menjadi Etanol
Menukil enero.co,id, proses pengolahan pengubahan singkong menjadi etanol atau bioethanol secara sederhana sebagai berikut:
Cacah Ukuran Kecil
Kupas singkong segar (semua jenis dapat dimanfaatkan), kemudian bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil. Dari 6,5 hingga 8 kilogram singkong, bisa menghasilkan 1 liter etanol.
Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula kompleks menggunakan enzym alfa amylase–memecah pati dan glikogen menjadi gula yang lebih sederhana melalui hidrolisis ikatan glikosidik a-1,4–melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini, tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly).
Pada kondisi optimum enzym alfa amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula kompleks (dextrin). Proses liquifikasi selesai ditandai dengan parameter di mana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup.
Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 persen. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 sampai dengan 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob).
Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku, liquifikasi, sakarifikasi, hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/etanol berkadar rendah antara 7 hingga 10 persen (biasa disebut cairan beer). Pada kadar etanol maksimum 10 persen, ragi menjadi tidak aktif lagi, karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi.
Distilasi
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) etanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius.
Uap etanol di dalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan etanol. Kegiatan penyulingan etanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioetanol.
Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan etanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan etanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan etanol dapat dilakukan dengan 2 cara:
Pertama, penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara ini kadar etanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 sampai dengan 30 persen.
Kedua, penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan cara dan distillator ini, kadar etanol yang dihasilkan mampu mencapai 90 hingga 95 persen melalui 2 tahap penyulingan.
Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa etanol berkadar 95 persen belum dapat larut dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan etanol berkadar 99,6 hingga 99,8 persen atau disebut etanol kering.
Dalam proses pemurnian etanol 95 persen akan melalui proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara, antara lain:
Hasil dehidrasi berupa etanol berkadar 99,6 hingga 99,8 persen dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE), barulah layak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini disebut dehidrator.