
Bob mengutarakan, saat ini sudah ada beberapa investor yang berminat membangun PLTN di Indonesia, di antaranya dari China, Rusia, Kanada, dan AS. Namun, perusahaan-perusahaan nuklir tersebut masih menunggu kepastian mekanisme kerja sama dari Pemerintah Indonesia.
“Sikap investor dapat dipahami, karena mungkin mereka menunggu terbentuknya NEPIO yang saat ini masih di meja Presiden,” ungkap Direktur PT Xpert Synergy Solution.
Bob mengatakan, hampir semua investor menunggu dibentuknya komite pembangunan PLTN yang perlu dibuat berdasarkan Keppres atau Perpres termasuk anggotanya. Ini adalah tahapan berikutnya setelah terbitnya RUPTL.
Terkait kapasitas PLTN sebesar 0,5 GW atau setara 500 MW, Bob menyebut lokasinya akan dibangun di Kalimantan dan Sumatera, dengan masing-masing kapasitas daya 250 MW.
“Untuk tipe di bawah 300 MW disebut small modular reactor atau SMR, namun belum ada yang beroperasi cukup lama. Atau tipe reaktor nuklir yang dibuat China, yaitu HTRPM skala 2×105 MW dan ACP100 125 MW, ada pula dengan teknik floating di atas kapal untuk tipe NPP KLT-40S kapasitas 64 MW dari Rusia. Hanya saja persoalannya Indonesia belum ada regulasi untuk floating,” urainya.
Pemerintah Indonesia menginginkan reaktor nuklir yang proven— sudah beroperasi lebih dari 2 tahun untuk skala mininal 250 MW. Sepengetahuan Bob, reaktor tipe ini belum ada dalam industri PLTN di dunia.
“Jadi, harus bangun skala besar di atas 1.000 MW, karena sudah banyak yang proven, tinggal pilih reaktor nuklir dari Rusia, China, Korea, Jepang, atau AS. Masing-masing punya keunggulan,” imbuhnya.