Jakarta,corebusiness.co.id-Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi mengatakan, masyarakat korban bencana ekologis di Pulau Sumatera hingga saat ini masih sangat memerlukan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa natura maupun finansial. Kehadiran negara pun tampak belum sepenuhnya mampu memulihkan keadaan.
Menurut Tulus, bantuan itu pun sudah didukung oleh aksi penggalangan dana publik yang juga cukup masif, baik oleh lembaga dan atau bahkan oleh personal/tokoh publik tertentu.
“Oleh sebab itu, untuk mengakselerasi pemulihan masyarakat sebagai korban bencana ekologis, perlu bantuan yang lebih masif lagi dari sektor swasta. Dalam hal ini sangat mendesak agar program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan, baik perusahaan swasta maupun BUMN, untuk diprioritaskan atau dialihkan ke lokasi bencana banjir di Pulau Sumatera,” saran Tulus.
Sebagaimana mandat UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, kata Tulus, setiap perusahaan di Indonesia harus mengalokasikan sebanyak 2-4 persen dari keuntungan bersih (nett profit-nya) untuk program CSR.
Namun, FKBI menekankan ada beberapa catatan krusial terkait pengalihan program CSR di lokasi bencana banjir.
Pertama, program CSR jangan menjadi kedok bagi perusahaan untuk melakukan iklan dan promosi atas produk perusahaannya.
“Program CSR tersebut harus murni untuk program CSR, tidak boleh ada promosi atau iklan terselubung maupun secara terang-terangan,” ucap Tulus.
Apalagi, lanjutnya, jika perusahaan yang ber-CSR itu adalah memproduksi dan atau memasarkan jenis produk barang yang harus ada pengendalian secara ketat dan perlu dimitigasi dampak eksternalitanya. Semisal produk tembakau atau rokok, atau bahkan produk minuman manis dalam kemasan (MBDK).
Kedua, beriklan, berpromosi di area bencana, apalagi dalam bungkus kegiatan CSR adalah tindakan atau kebijakan yang tidak etis.
“Jangan menjadikan para korban bencana sebagai obyek eksploitasi iklan dan promosi produk perusahaannya,” tukas pegiat perlindungan konsumen tersebut.
Ketiga, program CSR dimaksud, selain untuk keperluan bahan pangan, obat-obatan, bahkan energi, juga seyogyanya dialokasikan untuk kegiatan yang berkesinambungan, atau kegiatan yang produktif dan berjangka menengah, bahkan panjang.
“Sebab, pascaditimpa bencana banjir bandang tersebut, masyarakat banyak yang kehilangan mata pencaharian, baik sebagai nelayan, petani, atau bahkan kegiatan usaha di sektor UKM-UMKM,” ungkapnya.
FKBI berharap program CSR tersebut mampu mengentaskan mereka dari jerat bencana ekologis dan kemanusiaan di Pulau Sumatera. (Rif)