Jakarta,corebusiness.co.id-Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan penerimaan bea keluar (BK) Tahun 2024 sebesar Rp 20,9 triliun. Penerimaan BK mayoritas (76,7 persen) berasal dari komoditas nonmineral, terutama crude palm oil (CPO), sedangkan produk mineral mayoritas dari tembaga.
Pernyataan itu disampaikan Menkeu Purbaya saat Rapat Kerja Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR RI membahas Kebijakan Bea Keluar Komoditas, Senin (8/12/2025).
“Kontribusi pertambangan mineral dan batubara (minerba) terhadap perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) trennya mengalami penurunan. Tetapi, industrialisasi hilir, terutama logam dasar, justru meningkat secara signifikan,” ungkap Purbaya.
Ia menyebutkan, PDB industri pengolahan logam dasar tumbuh dari Rp 168 triliun (0,9 persen PDB) pada 2022 menjadi Rp 226,4 triliun (1,0 persen PDB) pada 2024, dan diperkirakan mencapai Rp 243,4 triliun pada 2025.
“Hal ini menggambarkan terjadi pergeseran struktur dari dominasi kegiatan hulu minerba menjadi hilirisasi yang memberi nilai tambah lebih tinggi,” ujarnya.
Dijelaskan, sesuai Pasal 2A UU No.17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, BK bertujuan antara lain untuk menjaga ketersediaan supply di dalam negeri dan atau menstabilkan harga komoditas. Penerapan BK memperhatikan pengembangan komoditas dari kementeran/lembaga pembina sektor.
Selain itu, penerapan BK juga memperkuat ruang fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini BK diterapkan pada komoditas mineral maupun nonmineral.
Tahun 2024, kata dia, penerimaan BK sebesar Rp 20,9 triliun atau sekitar 73 persen dari total pendapatan negara. Penerimaan BK mayoritas (76,7 persen) berasal dari komoditas nonmineral, terutama crude palm oil (CPO). Sedangkan penerimaan BK atas produk mineral mayoritas dari tembaga.
“Penurunan BK dipengaruhi oleh volume produksi komoditas, kebijakan tarif BK, terutama harga komoditas,” jelasnya.
Di tahun 2026, ungkap Purbaya, upaya optimalisasi penerimaan sektor minerba menghadapi beberapa tantangan. Seperti fluktuasi harga komoditas, inisiatif transisi energi hijau dan iklim, serta kebutuhan menjaga konsistensi penerimaan negara.
Ia menekankan, penguatan pengawasan juga menjadi kunci. Termasuk melalui integrasi data dalam Simbara dan optimalisasi penagihan.
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah akan memanfaatkan berbagai instrumen fiskal yang relevan, seperti penerapan bea keluar atas ekspor emas dan batubara, untuk mendukung terpenuhinya pasokan bahan baku dalam negeri, mendorong hilirisasi, memperkuat tata Kelola pengawasan, dan meningkatkan penerimaan negara. (Rif)