160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
160 x 600 PASANG IKLAN
750 x 100 PASANG IKLAN

Evaluasi Royalti Minerba, APNI Usulkan Revisi Formula HPM sebagai Solusi

besaran Tarif royalti baru komoditas minerba berdasarkan PP No.19 Tahun 2025.
750 x 100 PASANG IKLAN

Jakarta,corebusiness.co.id-Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyampaikan keprihatinannya atas telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Tarif Royalti Mineral dan Batubara (Minerba). PP ini ditandatangani oleh Presiden Prabowo pada 11 April 2025, dan akan mulai berlaku efektif 15 hari sejak tanggal pengundangan.

APNI menilai kebijakan ini dinilai kurang tepat waktunya, mengingat harga nikel global tengah mengalami penurunan tajam akibat ketegangan geopolitik dan eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

“Kenaikan tarif royalti di tengah ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan menambah tekanan terhadap industri nikel nasional, baik di hulu maupun di hilir, dan berisiko mengurangi daya saing, serta kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional,” kata Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey melalui keterangan tertulis, Rabu (16/4/2025).

Meidy menyampaikan dasar-dasar keberatan APNI atas diberlakukannya tarif royalti baru tersebut.

750 x 100 PASANG IKLAN

1. Tarif Royalti Tidak Realistis dan Progresif.

Kenaikan tarif royalti untuk bijih nikel (14-19%) dan produk olahan (FeNi/NPI 5-7%) dinilai tidak mempertimbangkan kondisi riil industri:

  • Harga nikel global terus mengalami penurunan (contoh: harga LME turun [X]% dalam 12 bulan terakhir), sehingga beban royalti yang meningkat justru menggerus margin usaha yang sudah tipis.
  • Biaya operasional melonjak akibat kenaikan harga biosolar B40, upah minimum regional (UMR +6.5%), PPN 12%, dan kewajiban DHE ekspor 100% selama 12 bulan.
  • Investasi smelter yang padat modal dan risiko tinggi, dengan biaya pembangunan mencapai US$1,5-2 miliar per smelter, belum termasuk biaya reklamasi, PNBP, PPM, dan pajak global (Global Minimum Tax 15%).
  • Kenaikan tarif royalti akan menekan margin produksi penambang dan smelter secara signifikan, berpotensi mengurangi penerimaan negara dari royalti produk smelter yang tidak dapat terjual, karena kurang kompetitifnya harga produk di pasar.

2. Akumulasi Beban Kewajiban Sektor Tambang.

Industri saat ini menanggung 13 beban kewajiban yang signifikan, termasuk biaya operasional tinggi, pajak dan iuran (PPN 12%, PBB, PNBP PPKH, iuran tetap tahunan), serta kewajiban non-fiskal seperti reklamasi pascatambang dan rehabilitasi DAS.

750 x 100 PASANG IKLAN

Pages: 1 2 3
750 x 100 PASANG IKLAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 PASANG IKLAN
EXPERT SYNERGY

Tutup Yuk, Subscribe !